About Me

Tantangan terbesar bagi seorang pendidik adalah membina karakter siswa agar terwujud kepribadian yang baik dan berakhlak mulia. Pendidikan karakter menjadi program pokok dalam kurikulum 2013 yang dicanangkan Pemerintah. Berbagai metode diterapkan oleh guru demi mencapai tugas besar ini, baik terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun dalam bentuk kegiatan di luar kelas. Tugas ini cukup berat karena tidak hanya berkaitan dengan logika, namun juga didominasi oleh hati dan perasaan.

Tahapan yang ditempuh dalam menerapkan pendidikan karakter di SMK YPKK Tepus antara lain melalui nasehat, keteladanan, pembiasaan, dan apresiasi. Keempat tahapan tersebut diaplikasikan pada berbagai kegiatan yang berada pada ranah pembentukan karakter, misalnya membuang sampah pada tempatnya, sopan santun terhadap guru dan teman sebaya, menjaga lisan, tanggung jawab menyelesaikan tugas, tidak membolos, bersedekah, hingga pada aktivitas ibadah.

Guru menyampaikan nasehat secara lisan, kemudian memberikan teladan kepada siswa dengan cara membuktikannya dalam perilaku nyata, lalu dibuat pembiasaan terhadap siswa dalam keseharian di sekolah, selanjutnya diberikan apresiasi terhadap kemajuan siswa dalam menerapkan kebiasaan positif tersebut. Apresiasi yang dimaksud meliputi dua hal, yakni hadiah (reward) dan sanksi (punishment).

Sebagaimana kita ketahui bahwa kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) memiliki peran sangat penting dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang. Berdampingan dengan kecerdasan intelektual (Intellegence Quotient/IQ) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient/EQ), kecerdasan spiritual tidak bisa dianggap remeh.

Menjadi pemikiran para guru di SMK YPKK Tepus tentang bagaimana mengakomodasi kebutuhan siswa dalam mengasah kecerdasan spiritualnya sebagai salah satu pondasi pembentukan karakter, maka diterapkanlah pembiasaan Shalat Dhuha yang dilaksanakan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.

Shalat dhuha dilaksanakan di Masjid yang ada di dekat sekolah atau di mushola sekolah. Para siswa bersemangat mengikuti kegiatan ini setelah mereka mendapat penjelasan mengenai keutamaan dan manfaat Shalat Dhuha. Inilah yang dimaksud tahapan nasehat.

Mereka semakin bersemangat setelah guru juga melakukan hal yang sama dengan mereka, yakni melakukan Shalat Dhuha di pagi hari sebelum melakukan aktivitas lainnya. Inilah yang dimaksud tahap keteladanan.

Kegiatan ini dilakukan rutin setiap hari di sekolah agar mereka terbiasa melakukannya hingga mereka dewasa nanti, dimanapun mereka berada. Inilah yang dimaksud tahap pembiasaan. Pada awalnya mungkin mereka dipaksa dan terpaksa melakukan. Lama kelamaan menjadi terbiasa sehingga merasa ringan menunaikannya. Bahkan merasa rugi bila meninggalkannya. Inilah yang disebut dengan karakter. Sifat dan sikap yang melekat erat pada diri seseorang. Terbentuk karena pembiasaan. Bisa karena biasa.

Setiap pencapaian siswa dalam pembiasaan kegiatan ini lalu diapresiasi oleh guru. Dapat berupa pujian, sanjungan, acungan jempol, perkataan yang menunjukkan bahwa apa yang dilakukan siswa tersebut adalah hebat, atau berwujud benda bermanfaat untuk diberikan padanya. Inilah yang disebut hadiah (reward).

Terhadap siswa yang belum memenuhi harapan dalam pembiasaan, maka diberikan sanksi sesuai dengan kesepakatan bersama. Sanksi bukanlah hal yang mengerikan. Jika diberikan sesuai porsinya, sanksi akan bermanfaat sebagai stimulus agar siswa mau memperbaiki diri.

Apabila kebiasaan melakukan yang sunnah saja sudah terjaga dengan baik, semoga untuk perkara yang wajib mereka akan lebih bersemangat lagi. Melalui pembiasaan Shalat Dhuha ini, diharapkan terbentuk karakter positif yang menetap dalam diri siswa dan terjaga sampai mereka dewasa. Shalat yang baik dan benar adalah pencegah dari perbuatan keji dan munkar, penghalang dari akhlak tercela, pangkal dari segala kebaikan hidup. (ist)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama